Tinjauan Umum Dan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap
Pengertian Korban Salah Tangkap. Pengertian mengenai error in persona tidak terdapat dalam KUHAP maupun praturan perundang-undangan yang lain. Namun secara teori pengertian error in persona bisa ditemukan dalam doktrin pendapat para ahli-ahli hukum.Secara harfiah arti dari error in persona adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan mengenai orangnya.Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan penangkapan, atau penahanan, atau penuntutan, atau pada saat pemeriksaan oleh hakim di pengadilan sampai perkaranya diputus.Pengertian ini tersirat dalam pasal 95 KUHAP yang membahas tentang ganti rugi terhadap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orangnya.
Kekeliruan dalam penangkapan mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap atau ditahan.
Bentuk-Bentuk Korban
Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Pasal 1 angka 2 tentang perlindungan saksi dan korban “korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi akibat oleh suatu tindak pidana. Korban ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri dibagi menjadi tujuh bentuk yaitu :
a. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengansi pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu,dari aspek tanggung jawab sepenuhnya berada di pihak korban.
b. Proactive victimsmerupakan korban yang disebabkan peranankorban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspektanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secarabersama-sama.
c. Participacing victimshakikatnya perbuatan korban tidak disadaridapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya,mengambil uang di bank dalam jumlah besar yang tanpapengawalan, kemudian dibungkus dengan tas plastik sehinggamendorong orang untuk merampasnya. Aspek inipertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku.
d. Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanyakeadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjutusia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau daripertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintahsetempat karena tidak dapat memberi perlindungan kepada korbanyang tidak berdaya.
e. Socially weak victimsadalah korban yang tidak diperhatikan olehmasyarakat bersangkutan seperti gelandangan dengan kedudukansosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secarapenuh terletak pada penjahat atau masyarakat.
f. Self victimizing victimsadalah korban kejahatan yang dilakukansendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korbansekaligus sebagai pelaku kejahatan.
g. Political victimsadalah korban karena lawan politiknya. Secarasosiologis, korban ini tidak dapat dipertnggungjawabkan kecualiadanya perubahan konstelasi politik.
Penangkapan
Pengertian Penangkapan
Dalam Pasal 1 Angka 20 KUHAP memberi definisi “Penangkapan” sebagai berikut:
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti gunakepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”.
Sering dikacaukan pengertian penangkapan dan penahanan. Penangkapan sejajar dengan arrest( Inggris ), sedangkan penahanan sejajar dengan detention ( Inggris ). Jangka waktu penangkapan tidak lama maksimal satu hari, dasar hukumnya adalah Pasal 19 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Dalam hal teertangkap tangan, penangkapan ( yang dapat dilakukan setiap orang ), hanya berlangsung antara ditangkapnya tersangka sampai ke kantor polisi terdekat. Sesudah sampai di kantor polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat menahan jika delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya dapat ditahan.
Yang berwenang melakukan penangkapan adalah:
a. Penyidik
b. Penyidik Pembantu
c. Penyelidik atas perintah Penyidik.
Menurut Pasal 11 KUHAP, yang dimaksud penyelidik atas perintah penyidik, termasuk juga perintah Penyidik Pembantu. Pelimpahan wewenang untuk melakukan penangkapan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan berhubung karena sesuatu hal atau dalam keadaan yang sangat diperlukan.Atau dalam hal terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau tempat yang belum ada petugas penyidik. Dan dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajaran.
Pelaksanaan tugas penangkapan diatur dalam Pasal 18 sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkansurat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana mana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Penangkapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas dapat dilakukan untuk paling lama satu hari. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (Pasal 19).
Kekeliruan dalam penangkapan mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap atau ditahan.
Bentuk-Bentuk Korban
Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Pasal 1 angka 2 tentang perlindungan saksi dan korban “korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi akibat oleh suatu tindak pidana. Korban ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri dibagi menjadi tujuh bentuk yaitu :
a. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengansi pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu,dari aspek tanggung jawab sepenuhnya berada di pihak korban.
b. Proactive victimsmerupakan korban yang disebabkan peranankorban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspektanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secarabersama-sama.
c. Participacing victimshakikatnya perbuatan korban tidak disadaridapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya,mengambil uang di bank dalam jumlah besar yang tanpapengawalan, kemudian dibungkus dengan tas plastik sehinggamendorong orang untuk merampasnya. Aspek inipertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku.
d. Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanyakeadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjutusia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau daripertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintahsetempat karena tidak dapat memberi perlindungan kepada korbanyang tidak berdaya.
e. Socially weak victimsadalah korban yang tidak diperhatikan olehmasyarakat bersangkutan seperti gelandangan dengan kedudukansosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secarapenuh terletak pada penjahat atau masyarakat.
f. Self victimizing victimsadalah korban kejahatan yang dilakukansendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korbansekaligus sebagai pelaku kejahatan.
g. Political victimsadalah korban karena lawan politiknya. Secarasosiologis, korban ini tidak dapat dipertnggungjawabkan kecualiadanya perubahan konstelasi politik.
Penangkapan
Pengertian Penangkapan
Dalam Pasal 1 Angka 20 KUHAP memberi definisi “Penangkapan” sebagai berikut:
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti gunakepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”.
Sering dikacaukan pengertian penangkapan dan penahanan. Penangkapan sejajar dengan arrest( Inggris ), sedangkan penahanan sejajar dengan detention ( Inggris ). Jangka waktu penangkapan tidak lama maksimal satu hari, dasar hukumnya adalah Pasal 19 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Dalam hal teertangkap tangan, penangkapan ( yang dapat dilakukan setiap orang ), hanya berlangsung antara ditangkapnya tersangka sampai ke kantor polisi terdekat. Sesudah sampai di kantor polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat menahan jika delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya dapat ditahan.
Yang berwenang melakukan penangkapan adalah:
a. Penyidik
b. Penyidik Pembantu
c. Penyelidik atas perintah Penyidik.
Menurut Pasal 11 KUHAP, yang dimaksud penyelidik atas perintah penyidik, termasuk juga perintah Penyidik Pembantu. Pelimpahan wewenang untuk melakukan penangkapan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan berhubung karena sesuatu hal atau dalam keadaan yang sangat diperlukan.Atau dalam hal terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau tempat yang belum ada petugas penyidik. Dan dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajaran.
Pelaksanaan tugas penangkapan diatur dalam Pasal 18 sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkansurat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana mana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Penangkapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas dapat dilakukan untuk paling lama satu hari. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (Pasal 19).