Dilarang Dalam Islam, Menitipkan Anak Kepada Orangtua Itu ‘Dosa’..!!
Bagi pasangan suami istri yang bekerja, pengasuhan anak menjadi salah
satu hal yang cukup membingungkan. Apalagi jika kedua-duanya bekerja
dari pagi hingga malam, berangkat gelap pulang gelap.
Dititipkan ke pembantu khawatir salah asuh maka tak sedikit orang tua
yang kemudian menitipkan anak-anaknya kepada orang tua atau mertua.
Sekilas memang orang tua yang dititipi anak tidaklah keberatan karena setiap kakek dan nenek pasti senang bersama cucu-cucunya.
Akan tetapi faktanya tidaklah selalu demikian apalagi tingkah anak-anak
balita seringkali membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya.
Malah sebagai orangtua anda akan mendapat dosa jika menitipkan anak kepada orangtua.
Berikut pandangan islam mengenai tindakan menitipkan anak kepada orang tua
Hukum menitipkan anak kepada orangtua
Menitipkan anak kepada orang tua bukanlah tindakan yang tepat apalagi
mengasuh dan menjaga cucu, bukanlah pekerjaan ringan maka jika hal ini
dilakukan justru menjadi kezaliman kepada orang tua.
Apakah bijak membebani orang tua yang sudah uzur dengan tanggung jawab yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental seperti itu?
Orang tua yang sudah sepuh sudah seharusnya diperlakukan dengan baik dan
lemah lembut. Sebagaimana yang dipesankan allah subhanahu wa ta’ala
dalam firman-Nya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al Israa’: 23)
Ayat ini menegaskan bahwa orang tua yang sudah berusia lanjut memerlukan
perlakuan khusus, berkata-kata pun harus berhati-hati agar tidak
melukai perasaan mereka.
Orangtua yang lanjut usia fisiknya tidak bagus
Orang lanjut usia pastinya mengalami berbagai perubahan mulai dari fisik
hingga psikologi. Ada kalanya perubahan tersebut menjadikan mereka
lebih sensitif dan mudah tersinggung.
Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak semestinya ada pada pundak
orang tuanya, bukan kakek dan neneknya ataupun guru-guru di sekolah.
Inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalian semua adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang
kepemimpinan kalian. Pemimpin diantara manusia dia akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah
tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka.
Budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya
tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian adalah pemimpin dan kalian akan
ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan pemimpin dalam hadits ini adalah orang yang
dipercaya untuk mengurus apa yang dibawah kepemimpinannya dan juga akan
melakukan hal-hal yang baik bagi yang dipimpinnya.
Jika ia lalai menjalankan kepercayaan itu maka ia akan bertanggung jawab
terhadap kelalaiannya. Begitu juga anak-anak, pada hakikatnya dia
adalah amanah yang allah percayakan kepada setiap orang tua.
Jika orang tua melalaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya yang
mengakibatkan terjadinya hal-hal yang kurang baik terhadap anaknya maka
orang tualah yang akan dimintai pertanggung jawaban apalagi jika alasan
melalaikan tanggung jawab tersebut hanya karena ingin mengejar karir
atau ambisi pribadi.
Pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak
Digambarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bapak dan ibunyalah yang
akan menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Bukhari)
Hadits nabi ini menggambarkan besarnya peran kedua orang tua dalam
mengarahkan anak, bukan saja baik atau buruknya agama anak tapi juga
bisa menjadikan anak pindah agama.
Memang biasanya nenek atau kakek pastilah senang dengan cucu-cucunya
tapi jika sudah menitipkan sepanjang hari, setiap hari, setiap minggu
maka ini namanya bukan lagi menyenangkan tapi sudah membebani,
merepotkan, dan menyusahkan.
Oleh karena itu setiap orang tua hendaknya kembali memikirkan apa
motifnya menitipkan anak-anak kepada kakek atau neneknya sebab jika
sampai menyusahkan maka orang tua bisa terkena dua kesalahan :
1. Kesalahan karena mengabaikan kewajiban mendidik anak.
2. Kesalahan menganiaya orang tua (mertua).
Akan tetapi jika menitipkan anak-anak kepada kakek dan neneknya itu
bersifat insidentil atau sesekali dan itu pun hanya sebentar sehingga
tidak menyusahkan bahkan membuat senang hati kakek dan neneknya maka
tentu saja hal ini bisa menjadi amal shalih karena bagian dari
menyenangkan orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang kakek juga
memiliki banyak momen kebersamaan dengan cucu-cucunya khususnya Hasan
dan Husain putra dari Fatimah binti Muhammad dan ali bin abi Thalib
bahkan momen-momen yang serius pun beliau tidak kuasa menahan dirinya
untuk menggendong cucu-cucunya.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datanglah Hasan dan
Husain dengan berlari. Sebelum sampai di hadapan Sang Nabi, kedua cucu
beliau itu terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi, dan
menggendong, lalu meletakkan kedua cucunya di samping beliau
berkhutbah. Kemudian beliau bersabda:
“Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh” lanjut beliau “Dan
aku tak bisa bersabar sampai aku memotong khutbahku dan mengangkat
mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Keakraban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cucunya juga tampak
dari hadits Salamah bin al akwa yang ketika itu menuntun tunggangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki tunggangannya itu
bersama kedua cucunya Hasan dan Husain. Satu duduk di depan dan satunya
lagi duduk di belakang beliau.
Bahkan senangnya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
cucunya juga bisa dilihat dari kebersamaannya bersama cucu angkatnya
Usamah bin Zaid yang merupakan putra dari anak angkatnya Zaid bin
Haritsah. Usamah saat itu digendong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersama Hasan dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ya Allah, cintailah keduanya. Sesungguhnya aku mencintai mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari mencatat cucu angkatnya yang bernama
Usamah bin Zaid pernah dipangku di salah satu paha Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian Hasan yang datang belakangan
dipangku di paha beliau yang lain. Sembari memeluk keduanya, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, sayangilah keduanya. Sesungguhnya aku menyayangi mereka berdua.”
Follow Dokter Herbal