Rumah Dijual Mertua, Keluarga Ini Tinggal di Gubuk Mirip Kandang Ayam dan Anak Putus Sekolah
Sepasang suami istri harus berjuang menghidupi keempat anaknya di sebuah
gubuk berdinding seng bekas mirip kandang ayam di Jalan Tani, Desa Mega
Timur, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan
Barat.
Keluarga ini merupakan warga asli Siantan Hulu, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Namun terpaksa pindah ke gubuk itu setelah rumah lama mereka dijual bapak mertuanya 2 bulan lalu.
Lena, sang ibu, enggan menceritakan prihal itu lebih jauh. Menurut dia,
alasan mereka memilih tinggal di gubuk itu lantaran keterbatasan
ekonomi.
“Suami kerja serabutan. Anak 4 orang. Jadi saya bersama suami buat rumah di sini,” kata Lena, Jumat (11/10/2019).
Lena melanjutkan, pembangunan rumah itu pun dengan memanfaatkan bantuan
warga-warga lain dengan menumpangkan tanah serta memberikan seng bekas
kandang ayam.
“Untuk kayu-kayunya, saya sama suami mencari pohon di hutan,” tuturnya.
Lena menceritakan, keempat anaknya masing-masing berusia 15 tahun, 14
tahun, 5 tahun dan 1 tahun. Anak tertuanya sudah putus sekolah sejak 2
tahun lalu lantaran tidak ada biaya.
Sedangkan, anak keduanya masih sekolah menengah pertama kelas VII juga terancam putus, karena masalah serupa.
“Sehari-hari, saya ke hutan mencari ubi dan sayur pakir untuk dijual dan dimakan,” terangnya.
Lena berucap, yang paling mengkhawatirkan adalah saat musim hujan
seperti sekarang ini. Anak-anak harus mencari posisi duduk dan tidur
agar tidak terkena hujan.
Situasi itu diperparah dengan kondisi anak pertamanya yang sering demam karena pernah terjatuh.
Saat ini saja, Lena mengaku telah 4 hari mengalami diare dan tidak bisa berobat karena tidak memiliki biaya dan BPJS Kesehatan.
“Saya berharap pemerintah memberi perhatian dan bantuan untuk sekolah anak dan biaya kesehatan mereka,” ucapnya.
Koordinasi Buruk Aparatur PemerintahSementara
itu, Anggota DPRD Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Yandi mengatakan,
adanya satu keluarga yang menempati gubuk berdinding seng bekas mirip
kandang ayam akibat buruknya komunikasi dan koordinasi aparatur
pemerintah, dari mulai tingkat RT sampai pemerintah kota.
“Mengenai persoalan ini, semoga bisa cepat dicarikan solusi,” kata Yandi.
Dia beranggapan, selama ini pemerintah setempat belum bisa mengimplementasikan kebijakan dengan baik.
Padahal, sejak lama di Pemkot Pontianak punya program yang menegaskan
bahwa tidak boleh ditemukan anak-anak yang putus sekolah karena
keterbatasan biaya.
Bahkan dalam kebijakan tersebut, jelas diterangkan bahwa jika masih
ditemukan keluarga miskin dan anak putus sekolah, maka lurah setempat
akan dicopot dari jabatannya.
“Kejadian ini jadi kado buruk bagi Kota Pontianak yang akan merayakan ulang tahunnya ke-248 tahun,” ujarnya.
Ke depan, Yandi berharap seluruh dinas terkait untuk pro aktif dalam
melakukan pendataan. Sebab bisa jadi, keluarga tersebut bukan
satu-satunya yang mengalami nasib serupa.
“Sekarang kita minta untuk segera dicarikan solusi bersama,” tutupnya.
Sumber: kompas.com